Bank Identifikasi 2 Faktor Penyebab Dolar Terus Melambung
Wednesday, April 24, 2024       15:17 WIB

Ipotnews - Bank Indonesia menyatakan nilai tukar dolar Amerika Serikat terus menguat secara global akibat arah kebijakan suku bunga acuan bank sentral Federal Reserve dan meningkatnya eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Mengutip data aplikasi IPOT sejak akhir tahun lalu hingga Rabu (24/4) usai penutupan sore, kurs rupiah bergerak melemah dari Rp15.399 per dolar AS menjadi Rp16.150 per dolar AS, turun 751 poin atau 4,9% secara year to date (YtD).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, mengatakan dinamika ekonomi keuangan global berubah cepat dengan risiko dan ketidakpastian meningkat karena perubahan arah kebijakan moneter AS dan memburuknya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
"Tetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih kecil dan lebih lama dari prakiraan (high for longer) sejalan pula dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System," kata Perry dalam konferensi pers pasca Rapat Dewan Gubernur BI, di Jakarta siang ini.
Perkembangan ini dan besarnya kebutuhan utang AS mengakibatkan terus meningkatnya yield obligasi AS. Kondisi ini diikuti penguatan dolar AS semakin tinggi secara global. Semakin kuatnya dolar AS juga didorong oleh melemahnya sejumlah mata uang dunia seperti yen Jepang dan yuan China.
"Ketidakpastian pasar keuangan global semakin buruk akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah," ujar Perry.
Akibatnya, investor global memindahkan portfolionya ke aset yang lebih aman khususnya mata uang dolar AS dan emas, sehingga menyebabkan pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin besar.
Ke depan, risiko terkait arah penurunan FFR dan dinamika ketegangan geopolitik global akan terus dicermati karena dapat mendorong berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global, meningkatnya tekanan inflasi, dan menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia. "Kondisi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia," pungkas Perry.(Adhitya)

Sumber : admin